TOPIK KABAR VOL. 22 | DESEMBER 2022 1
KABARUTAMA Salam Redaksi Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pembaca yang budiman, Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya Bulletin Kepegawaian Kantor Regional I BKN Yogyakarta Edisi Tahun 2022 dapat hadir tepat waktu kepada pembaca sekalian. Kami berkomitmen untuk terus hadir dalam menyuguhkan beragam informasi menarik seputar kepegawaian baik dalam bentuk berita maupun artikel. Pembaca yang budiman, perjalanan panjang masa pandemi yang menghantam dunia telah membawa beragam dampak yang signifikan dalam berbagai aspek tidak terkecuali tata kerja pemerintah. Adanya pandemi telah melahirkan mekanisme dan tata kerja baru seiring dengan tuntutan kebutuhan dan perubahan yang ada. Work from home (WFH) menjadi salah satu kebijakan penting yang telah dilakukan guna memutus mata rantai penyebaran virus. Meskipun dalam pola kerja WFH, proses bisnis organisasi tetap dapat dijalankan tanpa mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Di samping itu, hadirnya WFH juga menjadi kebiasaan baru yang menjadi alternatif pilihan tata kerja baru pada birokrasi pemerintah. Di tengah kondisi pendemi yang mulai melandai, strategi pelayanan antara WFH dan WFO menjadi tata kerja baru yang tidak hanya hadir mengikuti tuntutan perubahan namun juga membawa dampak positif bagi organisasi maupun pegawai. Terkait dengan hal tersebut, pada edisi kali ini Bulletin Kepegawaian sengaja mengangkat tema seputar implementasi dari mekanisme WFH dan WFO ini serta beragam catatan evaluasinya. Dinamika pelaksanaan WFH dan WFO pada instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah menjadi sajian menarik yang disuguhkan. Meskipun tidak bersifat general, gambaran dari pembahasan tema ini diambil secara empiris dari evaluasi atas pelaksanaan WFH dan WFO pada instansi pemerintah khususnya di Jawa Tengah. Selain topik utama tersebut, Bulletin Kepegawaian juga tetap menyuguhkan artikel-artikel menarik yang bersinggungan dengan tema kepegawaian dan administrasi pemerintahan seperti netralitas ASN, kinerja ASN, pensiun, dan artikel menarik lainnya. Tidak lupa, kami juga masih menyuguhkan konten ringan seperti wisata, dan renungan. Semoga dengan beragam informasi tersebut dapat memberikan tambahan informasi dan kenyamanan kepada pembaca sekalian. Akhir kata, semoga Bulletin Kepegawaian edisi kali ini mampu memberikan pencerahan bagi pembaca sekalian, dapat menjadi sumber inspirasi dalam menjalankan tugas sehari-hari. Selamat membaca dan menikmati sajian informasi Bulletin Kepegawaian. SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab: Heru Purwaka Redaktur: Ridlowi Editor: Hanum Sofia NM Reporter: Norin Mustika RA Desain Grafis: Hanif Rahmawan Fotografer: Norin Mustika RA Email: humaskanreg1bkn@gmail.com Redaksi Bulletin Kepegawaian menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam bulletin ini maupun di website Kanreg I BKN Yogyakarta. Semua tulisan yang masuk menjadi hak milik Bulletin Kepegawaian dan akan dilakukan proses editing tanpa mengurangi substansi dari materi. Panjang tulisan antara 10001200 kata, dikirim ke redaksi Bulletin Kepegawaian, Kanreg I BKN Yogyakarta, Jl. Raya Magelang Km. 7,5 Yogyakarta, Email: laporkanreg1bkn@gmail.com. 2 BULETIN KEPEGAWAIAN
04 Implementasi WFH Pada Instansi Pemerintah: Antara “Worky” dan “Homy” From Anywhere; Akankah 07 WorkInstansi Pemerintah? Diterapkan Pada 10 Mengenal Sistem Merit dan Refleksi Implementasinya 12 Bagaimana Pengaturan Cuti Bagi PPPK? Pergantian 14 Melihat8Esensi 2021 PermenpanRB Nomor Tahun dan 17 PahamiSuksesHindari:Politik Kunci ASN Menghadapi Tahun 29 Hadirnya PP Disiplin PNS Terbaru Menghapus PTDH? 30 Jokowi Ajak Seluruh ASN Dukung Pembangunan IKN 31 Selain Hak Pensiun, Apa yang Membedakan PPPK Dengan PNS? 32 Pendataan Tenaga Non-ASN Sebagai Mitra 33 BKN Posisikan Diri NSPK Kepegawaian Dalam Penegakan PRESIDEN BERI MANDAT BKN AWASI 34 KENDALIKAN NSPK MANAJEMEN ASN DAN STRATEGI PERCEPATAN 35 BKN SIAPKAN PINDAH INSTANSI LAYANAN KP, PENSIUN DAN 19 Pengaturan, Ragam, dan Jenis Pensiun Bagi PNS 22 ‘Hitam-Putih’ Reflektif: PNS Dalam Perspektif Didambakan Sekaligus Digugat 24 Kualitas ASN Tercermin Bagaimana Ia Memperlakukan Waktunya 26 Melihat Teori Nudge Dan Relevansinya Bagi Kepegawaian Bahas 28 Rakornas Kepegawaian 2022Depan Perubahan Dan Tantangan ASN di Masa 36 BKN Gandeng BSSN Data ASN Perkuat Keamanan Paham Radikal Terorisme, 37 CegahSama Dengan BNPT BKN Jalin Kerja BKN Canangkan Gerakan Nasional Sadar Tertib 38 Arsip 39 Pesona Baru Yogyakarta: Teras Malioboro SURAT EDARAN NOMOR 28 TAHUN 2021 42 LAMPIRANPENGEMBANGAN MENPANRB BAGI TENTANG KOMPETENSI PEGAWAI NEGERI SIPIL MELALUI JALUR PENDIDIKAN VOL. 22 | DESEMBER 2022 3
Implementasi WFH Pada Instansi Pemerintah: Antara “Worky” dan “Homy” Pandemi Covid-19 menghantam seluruh dunia di akhir tahun 2019 sedikit banyak telah mengubah kehidupan masyarakat. Interaksi fisik maupun sosial warga dikurangi demi menekan penularan Covid-19. Merespon situasi tersebut, kebijakan new normal seperti work from home (bekerja dari rumah) diadaptasi baik oleh pemerintah maupun sektor swasta untuk tetap menjaga produktivitas dan pelayanan. Bekerja dari rumah sering dimaknai sebagai telecommuting work (bekerja jarak jauh) atau remote working. Budaya kerja ini bukan hal baru dalam dunia kerja, bahkan telah dikenal sejak tahun 1970-an sebagai salah satu upaya mengatasi kemacetan lalu lintas dari perjalanan rumah-kantor pulang-pergi setiap harinya. Hanya saja lebih banyak diterapkan oleh para freelancer atau sektor swasta. Sementara itu, bagi sektor pelayanan publik yang digerakkan oleh pegawai negeri, penerapan sistem kerja jarak jauh tersebut menjadi terobosan yang 4 BULETIN KEPEGAWAIAN mendobrak kelaziman. Selama ini proses kerja ASN, khususnya di Indonesia cenderung bersifat konvensional dengan kehadiran fisik menjadi salah satu unsur penilaian. Meski begitu, bukan berarti WFH tidak dapat dipraktekan di instansi pemerintah. Konsep WFH dapat diterapkan tidak hanya di lingkungan nonpemerintahan, tetapi juga sangat dimungkinkan di lingkungan pemerintahan (Hadiyanto, 2020). WFH bagi ASN dapat didefinisikan sebagai kegiatan melaksanakan tugas kedinasan, menyelesaikan output, koordinasi, rapat/pertemuan, dan tugas lainnya dari tempat tinggal pegawai. Bekerja dari rumah harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain keterampilan, kepribadian, dan aspirasi (Crosbie & Moore, 2004). Banyak negara memberlakukan kebijakan serupa di masa pandemi Covid-19 antara lain Tiongkok, Hong Kong, Turki, dan Singapura. Di Hong Kong misalnya, pada pandemi lalu pemerintah
mengizinkan 176.000 pegawai sektor publik bekerja dari rumah, kecuali pegawai yang bertugas pada layanan publik darurat dan penting. Di Singapura, selama pandemi pegawai sektor publiknya bekerja dari rumah di bawah pengawasan dari Public Service Division (PSD). Sementara itu, di Indonesia penerapan WFH bagi ASN sempat diwacanakan sebelum pandemi Covid-19 melanda. Dikutip dari laman kompas.com, wacana WFH tersebut muncul untuk mempersiapkan ASN bisa seirama dengan revolusi industri 4.0, hanya saja implementasinya tidak dalam waktu dekat. Instansi pemerintah yang telah menguji coba kemungkinan remote working sebelumnya adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ Bappenas) yang diikuti sekitar 80 orang ASN lintas kedeputian pada bulan Desember 2019. Namun, dengan mewabahnya Covid-19, penerapan remote working di instansi pemerintah mengalami akselerasi. Ketentuan pelaksanaan WFH bagi ASN di Indonesia sendiri diatur melalui Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 58 dan 67 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai ASN dalam Tatanan Normal Baru. Dalam edaran tersebut dikatakan penyesuaian sistem kerja bagi ASN dilakukan demi menjaga keberlangsungan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Penyesuaian sistem kerja dilaksanakan melalui fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja, yakni pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office/WFO) dan/atau pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (work from home/WFH). Pegawai yang dapat melaksanakan tugas kedinasan di rumah mempertimbangkan jenis pekerjaan, penilaian kinerja, kompetensi, disiplin, kondisi kesehatan, lokasi tempat tinggal dan kesehatan pegawai serta efektivitas pelaksanaan tugas. Lebih jauh SE tersebut menjelaskan pelaksanaan sistem kerja ASN dalam tatanan normal baru disesuaikan dengan status penyebaran Covid-19 yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Bagi instansi pemerintah yang berada pada zona tidak terdampak/tidak ada kasus, jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor paling banyak 100%. Instansi pemerintah yang berada pada zona resiko rendah, jumlah pegawai bekerja di kantor maksimal 75%. Bagi instansi pemerintah di zona kategori resiko sedang, pegawai paling banyak di kantor 50%. Sementara itu bagi instansi pemerintah yang berada pada zona resiko tinggi, pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor paling banyak 25%. Guna mendukung tatanan normal baru tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) diminta mempersiapkan dukungan sarana prasarana yang dibutuhkan ASN dalam pelaksanaan fleksibilitas lokasi bekerja salah satunya dengan memastikan penerapan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Ketentuan pelaksanaan mengenai penyesuaian sistem kerja ASN diatur lebih lanjut oleh PPK masing-masing. Selain itu, PPK bertanggung jawab dalam melakukan pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan SE Menteri PANRB ini pada setiap unit organisasi di bawahnya. Pimpinan instansi, melakukan evaluasi atas efektivitas pelaksanaan SE tersebut dan melaporkannya kepada Menteri PANRB. Implementasi Kebijakan WFH di Daerah Beradaptasi dengan tatanan normal baru berlaku bagi seluruh instansi pemerintah, tidak terkecuali Instansi Pemerintah Daerah. Dari 42 instansi di wilayah kerja Kantor Regional I BKN Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu instansi yang melakukan penyesuaian sistem kerja bagi ASNnya dalam bentuk penerapan fleksibilitas lokasi kerja. ASN Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dimungkinkan untuk melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) dan/atau di rumah (WFH) selama masa pemulihan pandemi Covid-19. Fleksibilitas ini diterapkan sejak Maret 2020, dan diberlakukan secara bertahap untuk selanjutnya dievaluasi tiap minggunya. Melalui surat edaran Setda Jawa Tengah nomor 965/932 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah disebutkan bahwa ASN di lingkungan Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dapat melaksanakan tugas kedinasan dari rumah secara bergantian. Setidaknya harus ada 30% pegawai yang masuk tiap harinya untuk mempertahankan kinerja pemerintah. Sementara itu ASN yang bekerja pada sektor-sektor pelayanan seperti kesehatan diminta untuk tetap masuk kerja di kantor. Begitupun bagi para pejabat struktural instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga tetap masuk kerja di kantor. Untuk mengakomodir hal ini, masing-masing organisasi perangkat daerah menyusun jadwal bergilir komposisi pegawai WFH dan WFO. Respon beragam ditunjukkan ASN dilingkungan instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah VOL. 22 | DESEMBER 2022 5
menanggapi kebijakan tersebut. Setidaknya terdapat 3 respon yang muncul, yakni senang, objektif dan menolak. Menurut Kepala BKD Provinsi Jawa Tengah Wisnu Zaroh, pegawai yang senang dengan kebijakan WFH ini adalah mereka yang memiliki etos kerja rendah meskipun secara skill maupun knowledge mumpuni. Sementara respon objektif dimunculkan para pegawai yang berpikiran logis dimana mereka menyadari adanya tanggung jawab pekerjaan namun beresiko jika harus ke kantor. Sementara pegawai yang menolak WFH adalah mereka yang benar-benar menyenangi pekerjaannya hingga cenderung ke workaholic. Dalam prakteknya muncul beberapa kekhawatiran dengan diberlakukannya sistem bekerja dari rumah. Pertama, terkait kinerja pegawai. Selama pemberlakuan bekerja dari rumah, pembagian pekerjaan dilakukan oleh atasan langsung yang dikoordinasikan melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp, surat elektronik (e-mail) maupun aplikasi telekonferensi seperti Zoom Meeting. Para ASN juga wajib mengaktifkan alat komunikasi demi kelancaran koordinasi dan konsultasi. Hal tersebut bertujuan agar produktivitas kinerja tetap berjalan efektif, efisien dan termonitor. Pemaksimalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi penting demi menjamin terlaksananya ketugasan sehari-hari. Pun dalam pengawasan kinerja, pegawai melaporkan kegiatan yang dilakukan selama satu hari kepada atasannya juga secara daring. Secara infrastruktur, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga melakukan penyesuaian layout ruang kantor yang dibuat lebih berjarak satu sama lain. Kedua, terkait disiplin pegawai. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengembangkan aplikasi presensi online berbasis android dengan fitur geotagging dan foto untuk verifikasi. Lokasi absen pegawai di setting di sekitar wilayah kantor dan rumah pegawai. Dengan begitu diharapkan para ASN yang bekerja di rumah tetap tinggal di rumah, kecuali dalam keadaan mendesak. Diakui memang untuk mengembangkan aplikasi presensi ini tidaklah mudah. Di awal penggunaannya sering kali terjadi kendala, namun dalam kurun waktu 4 bulan saja aplikasi ini sudah dapat dikatakan settle. Bahkan, kini aplikasi presensi ini bisa menyesuaikan dengan sistem kerja flexi time. Evaluasi Tujuan utama penerapan bekerja dari rumah adalah menekan persebaran virus Covid-19 dengan tetap menjaga produktivitas kerja dan pelayanan 6 BULETIN KEPEGAWAIAN publik. Dalam implementasinya, masing-masing instansi mengalami dinamika aspek baik yang menguntungkan maupun menghambat. Sebagai salah satu pemerintah daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dihadapkan kendala di antaranya rendahnya motivasi kerja pegawai, kualitas kinerja dan pelayanan, serta belum adanya metode atau sistem pengukuran kinerja pegawai yang andal dan akuntabel. Tak dapat dipungkiri, tidak semua pekerjaan bisa berjalan maksimal jika dilakukan dengan metode bekerja dari rumah. Kegiatan dan pelayanan yang memang membutuhkan tatap muka secara langsung terpaksa tidak dilakukan demi menekan penyebaran wabah Covid-19. Kondisi tersebut mempengaruhi kualitas kinerja pegawai menurun. Oleh karenanya, mekanisme kontrol kinerja yang mumpuni sangat dibutuhkan, terlebih sumber daya manusia aparatur Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak sedikit1. Selain itu masih adanya pegawai yang tidak dapat bekerja secara daring maupun tidak memiliki perangkat teknologi informasi yang mendukung bekerja dari rumah seperti komputer/ laptop, telepon seluler dan jaringan internet turut menjadi kendala. Tidak dipungkiri momentum pandemi Covid-19 telah berhasil mengakselerasi transformasi digital dalam pemerintahan dalam bentuk penerapan remote working bagi ASN Indonesia. Instansi pemerintah dan sumber daya manusia kita dipaksa untuk beradaptasi secara cepat dengan penggunaan berbagai sarana teknologi informasi untuk menunjang kinerja. Segala catatan atas pelaksanaan kebijakan bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19 ini dapat menjadi bahan merumuskan sistem kerja ASN yang lebih efektif dan efisien ke depannya. Kini ASN di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah kembali bekerja normal dari kantor. ASN diharapkan segera menyesuaikan diri dengan ritme kerja normal meskipun catatan-catatan atas akselerasi positif dari mekanisme kerja WFH akan terus dijalankan dan dikembangkan. Tentu kita sepakat, di tengah tantangan pandemi, kebijakan WFH pada instansi pemerintah merupakan langkah proaktif yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai pandemi. Pada kenyataannya, WFH dapat dijalankan dengan tetap terjaganya kualitas layanan yang diberikan oleh instansi. Pekerjaan rutin organisasi dan hakhak publik tetap terlayani dalam nuansa “worky”, sementara unsur pegawai sendiri juga mengalami transisi mekanisme kerja yang fleksibel dalam nuansa kerja yang lebih “homy”. nor/rid
Work From Anywhere; Akankah Diterapkan Pada Instansi Pemerintah? B erhasil menerapkan sistem kerja dari rumah selama pandemi Covid-19, pemerintah mulai menggagas wacana lebih besar melalui bekerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA). Seperti halnya bekerja dari rumah (WFH), bekerja dari rumah (WFA) merupakan bagian dari Flexible Working Arrangement yang didefinisikan PBB sebagai penyesuaian terhadap ketentuan waktu dan tempat kerja yang dimungkinkan bervariasi antar setiap unit kerja dengan tujuan mewujudkan “work lifebalance” secara optimal sekaligus memastikan tercapainya sasaran kerja organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Heathfield (2019) terdapat beragam skema fleksibel working di antaranya jam kerja leluasa (flexible schedule), dan bekerja jarak jauh (telecommuting). Fleksibel schedule memungkinkan pekerja bekerja di waktu yang berbeda dengan waktu kerja konvensional. Beberapa jenis pengaturan keleluasaan waktu tersebut adalah fixed working hours, flexible working hours, variable working hours (Ayuna, 2019). Fixed working hours yaitu sistem kerja di mana jumlah jam kerja sudah ditentukan untuk semua karyawan. Namun distribusi pembagian jamnya dibebaskan kepada pegawai. Flexible working hours adalah sistem kerja di mana pegawai tidak dibatasi jam kerjanya hariannya yang terpenting dipenuhi 40 jam per minggu. Variable working hours adalah sistem kerja yang membebaskan pegawai memilih jam kerja yang diinginkan namun ada jam-jam tertentu yang harus dihadiri. Sementara itu telecommuting adalah pengaturan fleksibel working yang memungkinkan bekerja jauh dari kantor (dari rumah dan/atau lokasi lain di luar kantor) (Mungkasa, 2020). Berangkat dari penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa work from anywhere (WFA) VOL. 22 | DESEMBER 2022 7
sebagai pengembangan dari konsep bekerja jarak jauh (telecommuting) yang semula dapat dilakukan di home based dan/atau kantor cabang terdekat menjadi dapat dilakukan di mana saja. Teo dkk. (1998) menggambarkan bekerja jarak jauh ini dapat dilakukan setidaknya satu sampai dua hari per minggu. WFA dikenal dunia sejak sebelum pandemi dan telah diadopsi beberapa negara. Brazil menjadi salah satu negara yang menerapkan WFA pada birokrasinya. Dari penerapan remote working tersebut, Brazil berhasil melakukan penghematan anggaran dari penyelenggaraan pemerintahannya. Adapun jenis pekerjaan yang memungkinkan untuk remote working terdiri atas profesional di bidang ilmu pengetahuan dan intelektual (65%), direktur dan manajer (61%), teknisi dan profesional level menengah (30%), pekerja pendukung administrasi (41%), anggota angkatan bersenjata, polisi dan petugas pemadam kebakaran (0%) (Felipe & Jose, 2021: 268). Sementara itu, di Irlandia kebijakan bekerja jarak jauh bagi pegawai pemerintah mulai diterapkan di tahun 2022 dengan ketentuan paling tidak untuk 20% pegawainya. Pegawai yang melakukan kerja jarak jauh juga dijamin tetap memperoleh hak-hak kepegawaiannya seperti promosi. Fleksibilitas ini diharapkan dapat menarik lebih banyak talenta-talenta baru untuk terjun menjadi pelayan publik Irlandia. 8 BULETIN KEPEGAWAIAN Wacana WFA di Indonesia Lahir dari konsep yang sama, WFH dan WFA merupakan dua sistem kerja yang berbeda. Dalam konteks Indonesia, kebijakan work from home lahir dari situasi darurat pandemi Covid-19. Sementara itu work from anywhere merupakan terobosan pemerintah guna mereformasi budaya kerja ASN. Jika WFH memberikan kesempatan pegawai untuk bekerja dari rumah (home based) guna mengurangi mobilitas pekerja (selama pandemi), maka WFA dirancang untuk memberikan keleluasaan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya di mana saja (tidak terbatas hanya di rumah). Dikatakan Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama BKN bahwa munculnya wacana WFA bagi ASN sebagai tindak lanjut pasca kebijakan WFH saat pandemi Covid-19 lalu. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan kepuasan ASN dalam pekerjaannya, dengan begitu efektifitas dan efisiensi birokrasi semakin meningkat. Saat ini pemerintah bersama stakeholder terkait masih terus menggodok wacana ini demi mencapai konsensus bersama. Kajian lintas disiplin juga dilakukan disertai dengan evaluasi atas pelaksanaan sistem work from home sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk merumuskan standar kinerja, teknis pelaksanaan, sektor yang memungkinkan menerapkan, kesiapan sarana prasarana, hingga mekanisme evaluasi, pelaporan
serta pengawasannya. Nantinya akan diketahui posisi-posisi mana saja yang memungkinkan untuk dilaksanakannya WFA. ASN di sektor pelayanan publik seperti sektor kesehatan, transportasi publik dan sektor lain yang berinteraksi publik langsung dalam operasionalisasinya kemungkinan tidak dapat menerapkan WFA. Adapun beberapa pekerjaan yang diperkirakan dapat menerapkan WFA, antara lain analis/telaah kebijakan, perencanaan program, penelitian kebijakan tertentu, administrasi perkantoran, dan lain sebagainya. Wibisana (2020) mengungkapkan ada beberapa alasan WFA sangat dimungkinkan untuk terwujud. Pertama, sumber daya manusia yang berkompetensi. Adanya bonus demografi di Indonesia pada 2030 mendatang memberikan keberlimpahan sumber daya manusia usia produktif. Kedua, perkembangan teknologi yang semakin maju dan pengalaman saat pandemi lalu sedikit banyak telah membuat pegawai dan masyarakat beradaptasi dengan pelayanan publik secara digital yang praktis dan cepat. Ketiga, sistem kerja WFH memberikan tingkat kepuasan bekerja yang lebih baik bagi ASN milenial dengan justifikasi kesejahteraan yang paripurna (work life balance). Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio seperti dikutip CNBC Indonesia, kebijakan WFA untuk para ASN dapat berdampak pada efisiensi anggaran di mana banyak negara yang sudah menerapkannya. Melalui penerapan WFA juga diharapkan dapat meminimalisir korupsi oleh oknum-oknum tertentu. Hanya saja kebijakan tersebut menurutnya belum dapat diterapkan dalam waktu dekat. Faktor ketersediaan sarana prasarana pendukung seperti internet dan gawai yang belum merata, instrumen pendukung lain seperti mekanisme kerja dan payung hukum yang masih dirumuskan, serta citra miring terhadap kinerja ASN masih menjadi ganjalan penerapannya. Pandangan terkait bekerja di kantor (WFH) saja kinerja ASN dipertanyakan, bagaimana jika diberi kebebasan bekerja dari mana saja? Kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang tentu akan muncul. Bagi sebagian orang kehadiran fisik masih diartikan sebagai bagian dari “melakukan pekerjaan”. Berada “di tempat” dan “dapat dilihat” apa yang sedang dilakukan dianggap sebagai bukti melakukan pekerjaan. Oleh karenanya menjaga produktivitas menjadi penting jika hendak menerapkan kebijakan WFA. Hal serupa juga disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Tengah, Wisnu Zaroh yang menitikberatkan pada pentingnya pengawasan kinerja ASN jika kebijakan WFA nantinya diterapkan. Pada dasarnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terbuka dengan adanya wacana WFA bagi ASN. Hal ini didukung dengan hasil evaluasi penerapan WFH lalu yang berdampak pada efektivitas dan efisiensi, serta WFA yang dirasa sebagai kebijakan yang ramah perempuan sehingga ke depannya diharapkan dapat mendorong gender mainstreaming. Menanti Kesiapan Kebijakan terkait WFA patut diberikan apresiasi meskipun untuk menuju ke arah sana dibutuhkan persiapan yang sangat matang. Budaya laten birokrasi menjadi tembok kuat yang harus dapat dipecahkan jika ingin WFA ini dapat terimplementasi dengan baik. Beberapa catatan penting sebelum memulai penerapan WFA di antaranya perlu dilakukan penyesuaian mekanisme kerja. Proses bisnis dan SOP yang ada saat ini masih mengadaptasi sistem kerja konvensional, padahal telah terjadi transformasi digital dalam pelayanan publik. Oleh karenanya perlu penyesuaian sistem kerja yang baru, sesuai dengan konteks yang berlangsung saat ini. Hal lain adalah harus adanya alat pemantau kinerja pegawai. Publik sedikit banyak mulai menyadari bahwa kinerja pegawai sesungguhnya tidak diukur hanya lewat jumlah jam kerja dan keberadaan pegawai di tempat kerja semata tetapi lebih pada jumlah produk yang dapat dihasilkan sebagai bentuk pemenuhan target pekerjaan yang dibebankan. Karenanya, pegawai perlu memahami output kinerja harian yang dilakukannya sehingga kinerjanya bisa lebih efektif. Para pemimpin juga dituntut lebih terbuka terhadap cara memantau kinerja pegawai dari jarak jauh. Sebagai pendukung, bisa dibuat sistem berbasis digital yang memfasilitasi pengawasan kinerja pegawai dari jarak jauh. Hal terakhir adalah tidak semua lini bidang tugas ASN dapat melaksanakan WFA, bergantung pada jenis pekerjaannya. Beragam catatan di atas merupakan kepingan bahan yang perlu dipertimbangkan dan dipersiapkan saat nantinya pemerintah betul-betul akan menjalankan mekanisme kerja WFA. Segala hal positif dapat menjadi penyemangat sementara aspek kekurangan menjadi bahan utama yang harus ditemukan solusi penyelesaiannya. Jika kebijakan bekerja di mana saja ini diterapkan untuk ASN di Indonesia, perlu persiapan matang agar tujuan untuk peningkatan produktivitas ASN ini kontraproduktif. Harus ada jaminan melalui mekanisme, sistem, serta penegakan aturan supaya tidak terjadi kemerosotan kinerja ASN. Upaya mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penerapan secara ketat terhadap implementasi pengelolaan kinerja PNS antara bawahan dengan atasannya. nor/rid VOL. 22 | DESEMBER 2022 9
Fleepit Digital © 2021