© 2024 Nine GU 09-117130-2411-01 Penerbit 119191 Gedung Sembilan Utama, Lantai 9 Jalan Sembilan Satu, Blok 1 Bandung 11991 Penyelia naskah: Nine Ilustrasi dan desain sampul: Nine Desain isi: Nine Cetakan pertama: November 2024 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Dicetak oleh Percetakan PT 119191, Bandung Isi di luar tanggung jawab Percetakan
H1 : Junghwan tidak menyukai Dohoon
UJI HIPOTESIS OHOON berhipotesis bahwa Junghwan menyukainya. Ia yakin pasti; tidak ada penjelasan lain yang masuk akal. Sudah tiga pekan, enam kali berturut-turut, Junghwan senantiasa mengunjunginya setiap kuliah Statistika berakhir. Hanya untuk meminjam buku catatan. “Kenapa, deh?” Dohoon menyelisik tas untuk mencari buku tulis spiral cokelat, “Padahal, cara mengajar Bu Hyorin lebih bagus daripada Pak Jonghyeon.” “Lebih enak salin dari yang sudah jadi, ya, ‘kan?” Dohoon menyingkap halaman buku catatan. Dari konsep peluang hingga uji hipotesis, ia mencatat segalanya. Namun, bila diteliti dari atas ke bawah, garis-garis tulisan tangannya yang kokoh perlahan melemas dan lama-kelamaan menjadi coretan yang tak bisa dipahami. Dibandingkan usaha mendaki tangga ke lantai tiga, terlebih pada pengujung musim panas, catatan itu jauh dari sepadan. Meskipun begitu, Junghwan bersikukuh meminjamnya. “Di kelasmu, enggak ada yang suka mencatat? Cewek-cewek biasanya rajin.” “Yang ada, aku ditampar, disangka menggoda mereka.” “Sok kecakepan banget?” Junghwan mendekatkan wajahnya, menyibak jambang layaknya bintang televisi, “Loh, ‘kan memang?” 1
Dohoon membuang muka. Wajahnya mengerut; bibirnya membeku, “Dih, jauh-jauh dari sana.” Beberapa detak kencang di jantungnya tersisa di telinga. Selain dedikasi, adalah perilaku-perilaku teramat intim yang membuat Dohoon makin yakin dengan hipotesisnya. Pada pekan pertama, Junghwan menjabat tangan dan mengingat namanya; kedua, memuji penampilannya; ketiga, merangkul dan mencubit pipinya. Jika mendekati Dohoon adalah perlombaan, Junghwan pemenang lelaki pertama dalam sejarah. Dari samping, seorang pria memanggil, “Eh, Junghwan. Ada apa ke sini?” Jaehyun mengangkat telapak tangan, seakan meminta sebuah tos. “Bukannya kelas genap Statistika besok sama Bu Hyorin? Hari Rabu ‘kan?” Kala Junghwan bertegur sapa dengan Jaehyun, Dohoon mencuri pandang kepadanya. Dalam sorot matahari, wajah Junghwan tercermin gemilang. Titik hitam pada dagu dan jembatan hitung, berbarengan dengan beberapa tetes peluh yang tergantung pada pelipis, berkelap-kelip. Poni cokelatnya nyaris menyentuh mata. Junghwan memang tampan; Dohoon mengakui hal itu sebagai fakta tak terbantahkan. Namun, ia tak mungkin mengatakannya tanpa terdengar canggung. Tak pernah sekali pun dalam hidupnya memuji sesama pria. Junghwan membalas tos tersebut. “Biasalah. Mau ketemu sama …” Dagunya menuding ke arah Dohoon. Alisnya 2
terangkat dua kali, seolah memberikan sinyal. Dari belakang Jaehyun, Dongmin dan Sungho menyindir dengan ujaran cie bersamaan dan siulan yang bersahutan. “Semoga beruntung, ya.” Sungho menepuk-nepuk pundak Junghwan. Pipi Dohoon sekejap mendemam. Di balik telapak tangan, ia menyembunyikan senyuman. Bagi pemuda pendamba cinta, romansa adalah hidangan sepanjang hari. Dohoon terbiasa mengonsumsinya dalam berbagai metode: via mendengarkan lagu-lagu kasmaran dari walkman, membaca cerpen di majalah-majalah dewasa, atau merental kaset-kaset DVD film melodramatis. Walau cinta adalah barang murah, ia percaya bahwa cinta yang tulus itu ada, dan pada suatu saat, akan datang kepadanya. Namun, romansa juga merupakan perjamuan langka bagi seorang gay tertutup. Di masyarakat, para gay tidak punya tempat: mereka dikucilkan dan dibenci sampai masa depannya berantakan—Begitu yang berita televisi dan koran katakan. Takut dengan kemungkinan tersebut, sejak SMA, Dohoon menyembunyikan diri dan menunggu cinta datang. Penawar rasa kesepian dan putus asanya, selain berbagai media cinta, adalah curhatan-curhatan gay di komunitas Cyworld. Walau cinta adalah barang mewah, ia yakin bahwa cinta yang tulus itu tetap ada, dan pada suatu saat, akan datang kepadanya. 3
Saat tersebut tiba berbarengan dengan kedatangan Junghwan. Meski cinta begitu dekat dalam raihan tangan, Dohoon sempat sangsi dengan niat pria itu. Ada tiga kemungkinan skenario: Pertama, ia seorang pemburu gay yang mengenakan topeng untuk mempermalukannya di hari kemudian; Kedua, ia menjadikan Dohoon sebagai tikus percobaan atas rasa penasarannya dengan cinta sesama-lelaki; Ketiga, ia sama-sama gay tertutup, dan tergabung dalam kelompok pendukung yang berisikan Jaehyun, Dongmin, dan Sungho. Untuk tahu skenario yang tepat, Dohoon harus mengakui rahasianya. Bangku samping Dohoon berderit. Jiheon berdiri dari tempat duduknya sambil menyesuaikan tas selempang di pundak. “Dohoon, mari, antar aku telepon umum.” Ia berjalan sambil mendekap buku. “Cepat, sebelum antreannya panjang.” Dohoon buru-buru mengasongkan buku catatan kepada Junghwan, “Jangan lupa kembalikan hari Kamis, lo, sebelum kuliah dimulai.” Ia menggendong tas lalu menyusul sahabatnya. “Tunggu sebentar.” Junghwan menarik lengan Dohoon, menahannya pergi, “Boleh minta nomor pager kamu?” Dohoon terdiam. Perdana dalam hidupnya, seseorang— terlebih pria—meminta kontaknya. Ia mengernyitkan dahi, “Untuk apa?” “Buat jaga-jaga saja. Siapa tahu ada keperluan lain.” Dohoon lekas meraih penyeranta dari saku depan tas dan 4
membaca nomor di baliknya. Ia tak pikir panjang: selain karena harus mengejar Jiheon, ia percaya bahwa pertukaran tersebut semata-mata cara Junghwan untuk makin dekat dengannya. “Makasih, ya. Kalau begitu, hati-hati, Dohoon ... Jiheon juga.” Selama belum ada bukti penolak yang kuat, hipotesis Dohoon tetap kukuh. Ia hanya ingin merasakan cinta, tidak peduli niat Junghwan sebenarnya. Selama perjamuan masih manis, ia akan melahapnya tanpa sungkan. ✶ SEBELUM menghadap Dohoon pada kunjungan kesembilan, Junghwan mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan. Celingak-celinguk, sambil menenteng kantong plastik kecil. Dari tempat duduk langganannya, baris paling belakang, Dohoon memperhatikan. Ia bertanya-tanya tentang orang yang diincar Junghwan selain dirinya. Ia memanggil nama Junghwan, “Cari siapa, sih?” Telapak tangan Junghwan menemplok pada pucuk kepala Dohoon, “Kamu kecil banget, sih, sampai enggak kelihatan.” Dohoon sekejap bangun dari duduk, “Kita sepantaran, lo, ya!” Ia menilik tubuh Junghwan dari atas ke bawah. 5
Fleepit Digital © 2021