KATALOG BESAR MISBACH TAMRIN

Yaksa Agus




Yaksa Agus

Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya

Yaksa Agus

Judul Buku

Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya Pelindung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Museum dan Cagar Budaya Penanggungjawab Kegiatan Akademi Bangku Panjang Mingguraya Ketua Pelaksana Program Hamdan Eko Benyamine, S.T, M.S Tim Riset Hudan Nur Haris Fadhillah Melati M. Rendy Tisna Amy Jaya Penulis Yaksa Agus Editor Rina Faradilla Penata Letak Herdi Naya Oktawanna Rico Hariyanto Penerbit Akademi Bangku Panjang Mingguraya Jl. Karamunting Ujung No. 07 Komp. Rina Karya RT 001 RW 004 Guntung Paikat, Banjarbaru Kalimantan Selatan

Judul Buku

DAFTAR ISI

IV PENGANTAR 1 PETARUNG SEJATI ITU : BERNAMA MISBACH TAMRIN 9 BIOGRAFI 11 BIBLIOGRAFI 13 KARYA: - Artikel - Buku - Lukisan - Patung, Relief, dan Monumen Daftar Isi / III

DAFTAR ISI

PENGANTAR

Katalog Besar yang menghimpun karya Misbach Tamrin ini merupakan perjalanan yang panjang tentang perjuangan dan memperjuangkan keyakinan yang dipilih seseorang memandang dunia dan kemanusiaan. Pemikiran dan keteguhan yang merobohkan semua tembok penghalang, dan penjara hanya mengurung para penjaganya. Dalam katalog besar Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya (KR7DMTB) terbentang rupa yang berwarna, bagaimana ide/gagasan diwujudkan dengan idealisasi pemahaman beliau untuk kebangkitan Indonesia, bagaimana rupa alam, lingkungan, dan kebudayaan Kalimantan terinternalisasi kokoh dalam cara pandang beliau untuk mendorong kesadaran tentang kebebasan, keadilan, dan kemanusiaan harus diperjuangkan terus menerus, tiada perhentian untuk perlawanan pada ketidakadilan dan penistaan kemanusiaan. Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) berupaya mengasuh terang dalam pemajuan kebudayaan. Upaya-upaya tersebut menjadi bagian dari penegasan gerak kebudayaan di Kalimantan Selatan, yang tentu saja tidak bisa dipisahkan dari sosok-sosok yang mewarnai pandangan hidup dan gagasan, kekaryaan, dan keteladanan. Pada kesempatan ini, sosok Misbach Tamrin menjadi penting di Indonesia, khususnya dalam bidang seni rupa, dengan keteguhan dan kebertahanan dalam berkarya dan mencintai bidang kekaryaan tersebut. Sosok Misbach Tamrin memberi warna dan pergumulan kebudayaan di Kalimantan Selatan dan Indonesia dengan ide/gagasan, seni lukis, seni patung, monumen, seni pahat, dan terlibat dalam perdebatan intelektual tentang pemajuan kebudayaan yang terhimpun dalam katalog besar ini, dan secara langsung dapat dilihat karyanya hingga kini berupa tugu, patung, monumen, dan seni pahat (relief) di beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah. Kawasan Cahaya Bumi Selamat (CBS) di jantung kota Martapura, kabupaten Banjar merupakan saksi kekaryaan beliau yang bisa dilihat hingga sekarang. Melalui program Dana Indonesiana Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), bidang DKPM dari Museum dan Cagar Budaya, dan LPDP yang memampukan ABPM untuk mengasuh terang dalam mengupayakan katalog besar sosok Misbach Thamrin yang dilaksanakan dengan riset (Tim Riset) dan disusun oleh Yaksa Agus. Hal ini sebagai bentuk rasa hormat kepada beliau, dan ada keyakinan untuk menempatkan Misbach Thamrin sebagai maestro oleh pemerintah. IV / Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya

PENGANTAR

Katalog besar KR7DMTB ini merupakan karya dan kekaryaan Misbach Tamrin sebagai

seorang yang mempunyai pandangan dan sikap dalam pemajuan kebudayaan di Indonesia, yang bertahan dan terus berjuang sesaui dengan kayakinan dan pandangan subjektif tentang suatu pengetahuan dan imajinasi dalam mendorong bermartabatnya kemanusiaan, dan menjadi penanda betapa kaya dan beragam aliran dan paham yang diperjuangkan untuk kejayaan Indonesia. Misbach Tamrin secara konsisten memperjuangkan pandangan dan sikapnya, sangat terbuka dalam perdebatan kebangsaan, berdedikasi dalam kekaryaan, dan tugul (ungkapan Banjar) menghidupi seni rupa dalam perjalanan hidup beliau – Haram Manyarah Waja Sampai ka Puting. ABPM sangat bersyukur mempunyai kesempatan dalam upaya pemajuan kebudayaan ini, dan sesuai visi “Di Sini, Pengetahuan dan Imajinasi Mengasuh Terang”, terutuma dalam menempatkan sosok yang teguh dan berjiwa pengabdi di bidang seni rupa dan intelektual dari Kalimantan Selatan di Indonesia, sehingga dapat memberikan pembelajaran pada generasi berikutnya, bahwa keteguhan, konsistensi, dan kejujuran tidak akan lekang oleh waktu. Kalimantan Selatan masih mempunyai sosok-sosok lain yang dapat diteladani dalam pemajuan kebudayaan, semoga dapat diupayakan untuk pengarsipan dan pendokumentasian seperti Misbach Tamrin ini, untuk kebanggaan dan keteladanan di Indonesia dari Kalimantan Selatan. Selamat membaca katalog besar Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya (KR7DMTB) dan yang terpenting ketika menemukan hikmah di balik setiap kejadian dan peristiwa yang langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan kehidupan pembaca. Terima kasih kepada semua pihak yang telah melapangkan jalan dan memudahkan situasi dalam upaya pemajuan kebudayaan Indonesia yang terhampar di Kalimantan Selatan. Rasa hormat kepada Misbach Tamrin yang tetap konsisten dan berdedikasi dalam menjalani kehidupan dan pergulatan pemikiran di bidang seni rupa. Banjarbaru, 9 Juli 2024 Hamdan Eko Benyamine, S.T, M.S Pengantar / V

Katalog besar KR7DMTB ini merupakan karya dan kekaryaan Misbach Tamrin sebagai


PETARUNG SEJATI ITU :

Bernama Misbach Tamrin

PETARUNG SEJATI ITU :

PETARUNG SEJATI ITU :

Bernama Misbach Tamrin Ars Longa Vita Brevit, seni itu panjang (abadi), hidup (umur seniman) itu pendek. Namun, seorang seniman akan terus hidup abadi melalui karya-karyanya. Secara ideologis jiwa seniman melalui karya-karyanya akan terus hidup terekam dalam keabadian sejarah, meski dari segi biologis kodrat jasadnya berakhir dalam persenyawaan dengan tanah. Dengan semangat ini, seorang seniman bernama Misbach Tamrin terus berkarya tanpa kenal lelah. Lelaki tua flamboyan yang murah senyum itu selalu menarik perhatian: topi pet dan kacamata, tak ketinggalan sepatu kets-nya, seolah masih menunjukkan jiwa mudanya. Ya, lelaki itu bernama Misbach Tamrin, seorang pelukis dan penulis. Di usianya saat ini yang lebih dari 80 tahun, seolah tersembunyikan dengan semangatnya yang selalu berkobar; walaupun sesungguhnya, ia lebih suka menyendiri dalam kesepiannya. Sorot matanya tajam, bak mata elang; daya ingatnya juga begitu tajam--begitu runtut dan lancar jika beliau sudah mengisahkan perjalanan hidupnya yang berkaitan dengan seni rupa. Tamrin, panggilan kawankawannya untuknya--sosok yang berwibawa, bagai pendekar tunggal. Jalan keseniannya adalah jalan pedang baginya. Selain sebagai pelukis dan pematung, Tamrin adalah pemikir. Tulisan-tulisannya ia tuangkan dalam buku atau di surat kabar; dan ia pun berusaha mengikuti zaman dengan menggunakan laman media sosial Facebook untuk menuliskan pemikiran-pemikirannya, juga untuk berdiskusi dengan teman-temannya. Pergaulannya dengan anak anak muda, menunjukkan bahwa Tamrin punya jiwa terbuka dan sebagai sosok inspiratif. Sebagai seorang perupa, lukisanlukisan Misbach Tamrin tampil menunjukkan ketekunan, kecerdasan, dan penuh makna, yang terselip di setiap karyanya. Teknik realisnya begitu mumpuni, pemilihan warna dan tema menunjukkan bahwa Misbach Tamrin adalah seorang penggelisah dan pemikir. 2 / Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya Masa Orde Lama : "Dunia kada satalapak tangan” (Dunia tak selebar telapak tangan) Seorang pelukis, yang gemar mengelana ini, lahir pada 24 Agustus 1941, di Amuntai, Kalimantan Selatan. Satu daerah yang masih cukup jauh dari Kota Banjarmasin. Misbach Tamrin lahir dari keluarga yang cukup mapan yang hidup di pedesaan, sehingga jika hari ini ia begitu akrap dengan keindahan, tentu bukan aneh lagi. Sign of beauty-nya terasah dengan keindahan alam, hutan, sungai dan persawahan dengan segala flora dan faunanya. Saat Misbach Tamrin duduk di bangku SMA tahun 1957, ia bertemu dengan seorang pelukis, Gusti Sholihin--seorang pelukis anggota SIM yang berasal dari Banjarmasin. Saat itu Gusti Sholihin kembali ke Banjarmasin, untuk menggarap proyek patung yang rencananya akan dipajang di tengah kota. Sambil menggarap proyeknya, di waktu senggang Gusti Sholihin mengajar menggambar anak-anak dan remaja, dan di sanalah Tamrin mulai belajar menggambar. Gusti Sholihin merantau ke Yogyakarta pada akhir tahun 1946, setelah mendengar panggilan dari Presiden Soekarno melalui siaran Radio RRI pada tanggal 5 Januari 1946, tepatnya sehari setelah pernyataan kepindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta, "Saudara-saudara, bahwa Ibu kota Republik sementara pindah ke Yogyakarta, maka kepada para seniman, budayawan, pelukis, penyair, penyanyi, mari turun ke Yogyakarta untuk membantu Republik." Gusti Sholihin memutuskan untuk ikut pindah ke Yogyakarta dan meninggalkan Sanggar Lukisan Permai, yang didirikannya di Banjarmasin kala itu. Dari Gusti Sholihin-lah, Tamrin muda mendapat nasehat, kelak jika telah lulus sekolah menengah, segera meneruskan sekolah melukis di ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia).

PETARUNG SEJATI ITU :

Benar saja, Tamrin muda yang terlanjur suka menggambar,

memilih untuk meneruskan pendidikan ke Yogyakarta tahun 1959, sesuai pesan gurunya, yakni di ASRI. Kampus yang baru berumur sembilan tahun inilah (berdiri pada 15 Januari 1950) yang kemudian membuka pemahaman Tamrin muda, bahwa "dunia kada satalapak tangan" (dunia tak selebar telapak tangan). Sayang, sesampainya di Yogya, Gusti Sholihin guru yang diidolakan sudah pindah dan berkarya di Bali. Pertemuan dengan guru-gurunya di ASRI seperti Kusnadi, Djajengasmoro, Basuki Resobowo, Trubus Sudarsono, Abas Alibasjah, dan Sudarmadji, sangat berpengaruh dengan gaya kekaryaan maupun pemikiran Tamrin. Keberadaan sanggar Seniman Indonesia Moeda (SIM) pimpinan S,Soedjojono dan S Harijadi, atau sanggar Peloekis Rakjat (PR) masa itu menjadi daya tarik utama untuk berkarir sebagai pelukis. Sanggar-sanggar seperti, sanggar Pelukis Indonesia (PI) yang didirikan oleh Gusti Sholihin, dengan anggota seperti Koesnadi, Abbas Alibasjah, Bagong Kusudiarjo, sanggar Peloekis Indonesia Moeda (PIM) yang didirikan oleh Widajat, G Sidartha Sugijo, dan Sumitro, hingga Sanggarbambu cukup membuat Tamrin muda makin mengebu-gebu, ditambah dengan aktivitas pameran yang dibuat oleh sanggar-sanggar notabene adalah seniornya di kampus. Dan melalui pameranlah Tamrin kemudian mengenal lebih dekat pribadi Amrus Natalsya, tepatnya sejak pameran lukisan mahasiswa ASRI di Jakarta, tepatnya di Balai Boedaja, tahun 1960—mahasiswa yang berpameran di antaranya; Sunarto PR, Wardojo, Handogo Sukarno, Mulyadi W, Amrus Natalsya, Isa Hasanda, Misbach Tamrin, dan kawan-kawan. Kemudian kita kenal mereka hari ini adalah para pendiri Sanggarbambu dan Sanggar Bumi Tarung. "Apalah artinya seorang seniman tidak punya sanggar", kalimat provokatif penyair Kirdjomulyo ini, adalah provokasi yang luar biasa bagi para seniman untuk kemudian membuat sanggar. Provokasi membuat sanggar dari Kirdjomulyo, itulah yang dicatat mampu melahirkan Sanggrabambu tahun 1959. Kiranya semangat ini pula yang menyemangati Amrus Natalsya. Selepas pameran di Balai Boedaja, Amrus menginisiasi mendirikan sanggar, tetapi lebih punya ideologi sebagai perekat. Dan salah satu yang diajak adalah Tamrin yang masih semester 5 . Bagi Tamrin, itu menjadi peluang untuk mengembangkan karirnya sebagai pelukis. Pada 21 Juni 1961, setelah digelarnya pameran bersama beberapa mahasiswa dan dosen ASRI di Gedung Jefferson Library milik Amerika, SBT didirikan. Dan dengan modal lukisan Amrus yang laku terjual, dibeli Presiden Soekarno, menjadi modal pertama mendirikan sanggar yang diberi nama Sanggar Bumi Tarung (selanjutnya kami sebut SBT), yang beranggotakan 14 seniman. Mereka antara lain; Amrus Natalsya Sebagai ketua, Sabri Jalal sebagai sekretaris, Isa Hasanda, Misbach Tamrin, Gultom, Kuslan, Adrianus Gumelar, Hardjijo Pujonadi, Hartoyo Tan, Djokopekik, Sudjatmoko, Sudijono, dan Suhadi. SBT beraktifitas dengan menyewa bekas tobong gamping (tempat pembuatan batu kapur), di samping Kampus ASRI sebagai sekretariat dan tempat berkarya. Bagi Tamrin, SBT menjadi keluarga baru dan penghibur baginya, yang mana kala itu sangat berduka saat mendengar kabar bahwa Gusti Sholihin, guru sekaligus inspiratornya meninggal dunia di Denpasar, Bali, Februari 1961. Sebagai kelompok, keberadaan SBT juga saling terkait dengan kelompok lain. Dan membicarakan SBT, tak bisa dilepaskan dengan keberadaan Kelompok Sanggarbambu (selanjutnya kami sebut SB). Konon SB, yang berdiri 1959, adalah magnet kuat dibentuknya SBT. Hubungan SBT dan SBpun konon sangat intim, walaupun sering saling kritik di antara keduanya. Bahkan kedua anggota sanggar ini, sampai tahun 1965, sering terlibat diskusi hingga larut malam sambil jajan gudeg di warung Bu Wongso dan Mbah Djoyo di los Pasar Serangan, timur Kampus ASRI. Kedekatan mereka terbaca dengan gurauan yang saling mereka lontarkan. Jika Sunarto PR, Mulyadi W, Wardoyo, Danarto, dan kawankawan SB lainnya sedang berjalan lewat di depan markas SBT, mereka akan saling melontarkan candaan, "Elok, senimannya sibuk!" Begitu pula sebaliknya, anggota SBT akan membalas meneriaki anak-anak SB, "Wuih, seniman borjuis, kok rajin sekolah....” Kumpulan Rupa, 7 Dekade Misbach Tamrin Berkarya / 3

Benar saja, Tamrin muda yang terlanjur suka menggambar,



Flipbook Gallery

Magazines Gallery

Catalogs Gallery

Reports Gallery

Flyers Gallery

Portfolios Gallery

Art Gallery

Home


Fleepit Digital © 2021